Pada Tahun 1893 Pastor van Santen SJ membuka dan memberkati St. Joseph Stichting di Kwini yang menampung 29 anak laki-laki, yang sampai saat itu dititipkan oleh Vincentius kepada beberapa keluarga Katolik setempat. Rumah dan pola hidup berlangsung sederhana karena umat sendiri miskin. Banyak anak-anak yang membutuhkan uluran tangan dan tempat berlindung.

Pada tahun 1910 sebidang tanah luas di Jl. Kramat Raya 134 dibeli oleh Vincentius untuk membangun rumah penampungan anak-anak. Disusul lima tahun kemudian dibuat bangunan yang lebih modern yang dirancang dan dibangun oleh Firma Hulswit-Fermon-Cuypers yang merancang dan mendirikan banyak gedung untuk Gereja. Bangunan baru itu menjadi asrama anak laki-laki, anak perempuan dipindahkan dari Jl. Pos bersama dengan delapan suster Ursulin ke Kramat dan tinggal di bagian belakang.

Pada tahun1920-an dan 1930-an jumlah anak naik terus. Selain mencari dana yang memadai, sangat sulit untuk memperoleh dan membiayai pegawai yang pandai mendidik dan mengawasi anak-anak. Mula-mula diajak bekas tentara yang sudah pensiun. Untunglah, pada tahun 1929 Pater-Pater Fransiskan (OFM) tiba dan tugas para Pastor Jesuit di Rumah Vincentius (bagian Putera) diserahkan kepada Ordo Fransiskan (OFM).

Selama kurun waktu tahun 1942-1943 (masa penjajahan Jepang) para Pastor, Bruder maupun Suster masuk kamp-kamp tahanan, sedangkan rumah-rumah Panti Asuhan digunakan sebagai markas oleh serdadu Jepang sementara sebagian anak asuh ditampung di Susteran Jl. Nusantara, Jl. Pos dan dan rumah yatim-piatu Prapatan di Jl. Veteran. Rumah Vincentius digunakan oleh Romusha yang menunggu pemberangkatan.

Selama perang, Batavia's Vereeniging sangat didukung oleh ketabahan Mgr. Willekens dalam menghadapi tentara Jepang dan kelihaian Tuan Helfrich yang mengumpulkan derma berharga murah, memperoleh pembantu-pembantu sederhana namun berdedikasi dan memikirkan kesibukan bagi 204 anak laki-laki serta 193 anak perempuan.

Pater van der Veldt OFM kembali ke Kramat dan menemukan Tuan Helfrich dengan 224 anak. Rehabilitasi Gedung dimulai, banyak masalah dihadapi: dari segi materiil gedung-gedung harus diperbaiki, dana untuk makanan, pakaian dan kesehatan anak-anak (banyak anak mengidap TBC).

Sampai pada masa akhir pemerintah kolonial, mayoritas adalah anak Indo (sesuai tujuan para pendiri yayasan Vincentius pada pertengahan abad ke-19). Kebijakan itu diubah pada 26 Februari 1946: anak semua suku bangsa yang perlu dan dapat dibantu, diterima; dominasi anak Indo tiada lagi.

Berikut nama-nama Pimpinan Panti Asuhan Vincentius Putera yang pernah berkarya pada Perhimpunan Vincentius Jakarta:

Tahun 1893 – 1929 : P. van Santen SJ dan Pastor SJ lainnya
Tahun 1929 – 1934 : P. Pascalis Heitkoning OFM
Tahun 1934 – 1937 : P. Laurentius Teepe OFM
Tahun 1937 – 1946 : P. Adam v.d.Veldt OFM
Tahun 1946 – 1949 : P. Bernuf Schijder OFM
Tahun 1949 – 1965 : P.C.J.v.d. Berg OFM
Tahun 1965 – 1970 : P.H.v.d. Hoogen OFM
Maret s.d. Agustus 1970 : Br. Maxentius W. Slippens OFM
Tahun 1970 –1982 : Br. Winand Divendal OFM
Tahun 1982 – 1984 : P. Ferdinand J.Sahadun OFM
Tahun 1984 – 1994 : P. Aloysius Ombos OFM
Tahun 1994 : Mgr. Michael C.Angkur OFM
Tahun 1994 – 1998 : P. Alphons S.Suhardi OFM
Tahun 1998 –2004 : P. Urbanus K.Ratu OFM
Tahun 2004 – 2006 : P. Subagi OFM
Tahun 2006 –2011 : P. Gabriel Maing OFM
Tahun 2011 –Sekarang : P.Y.D. Dedie Kurniadi OFM